Sore ini saya menemukan seutas benang di tepi
jendela....benang berwarna kuning yang melambai-lambai tercabut dari helai
baju lelaki itu. Warnanya tetap kuning seperti belasan tahun waktu
pertama menjumpainya juga di tepi jendela itu. Seperti belasan tahun lalu, selalu menikmatinya
tatonya.
Lelaki itu tak pernah berubah.
Saya tetap selalu mengenalnya entah di mana pun dia.
Lelaki itu bertato bunga. Dia berbau bunga. Lelaki yang memang tak pernah
berubah..........ah saya tidak mengumpatmu, lelaki bertato bunga.
huahuahauahauahahauuuuuh....lelaki yang tak pernah berubah.
Aha...bukan, dia tidak bertato bunga, dia ternyata
bunga, dia taman bunga! Dia yang selalu dikunjungi kupu-kupu dan lebah...ah
lelaki yang tak pernah berubah.....menengoklah sedikit di timur, pohon tua itu,
di tepi tamanmu.
Bukankah setangkai mawar merah telah meliliti tamanmu?
Setangkai mawar merah menawan, dia begitu merah dan membuatmu jadi taman bunga
indah. Lelaki yang tak pernah berubah, mawar merah itu telah memasuki
keabdiannya. Mawar merah itu adalah keabadiannya. Lelaki yang tak pernah
berubah.....mawar merah telah menggenapi keindahannya. Dia tak perlu
kupu-kupu dan lebah untuk menjadi taman yang sempurna, dia hanya butuh
setangkai mawar merah.
Lelaki yang tak pernah berubah mengulurkan tangannya
memetik sang mawar. Berteriak sang mawar kepada lelaki yang tak pernah berubah
"Aku adalah keabadian taman ini, aku adalah taman ini. Tidakkah kau lihat
merahku adalah darahku yang mengaliri taman ini?" Lelaki yang tak pernah
berubah itu terpekur. Angin meniup helai rambutnya yang mulai memutih.Dia
mengecup mawar merah itu. Tiba-tiba, dia melihat dirinya sudah menjadi duri
setangkai mawar merah itu.Menggenapi keindahan sang mawar. Aha...saya tetap
mengenalnya. Saya memetik mawar merah itu. Saya meletakkan di pangkuan lelaki
yang tak pernah berubah itu....."Berikan mawar merah ini pada mawar
merahmu!".
Lelaki itu tersenyum. Saya tak pernah lagi memanggilnya lelaki
yang tak pernah berubah.
Waingapu 20 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar