Jumat, 13 Desember 2013

Sesat Pikir


Aku benci kitabmu, dia racun bagi perempuan waktu mulutmu berkotbah mengklaim ketelanjanganku adalah sumber dosa.

Payudara nyembul, paha mulus, pantat montok, wajah molek, mngapa jdi  alasan mereka menggerayangi tubuh dan mengoyak vaginaku?.
Menonton tv di hari minggu?  Ini bisa bikin anak mengidap HIV/AIDS, penyakit menular seksual,hamil di luar nikah dan tak bermoral. Begitukah? Picik.

Ingin kutato jubahmu dengan lendir vaginaku waktu kau mendesis dgn geram HIV/AIDS itu karena gonta ganti perempuan. Perempuan lagi!.
Kau bilang berharap tak ada obat untuk HIV/AIDS biar tak ada lagi yg selingkuh. Begitukah? Sesat.

Dan lagi, masih kau marahi aku yg terlalu bau karena berkeringat setelah memasak, mencuci, menyuapi anak, menyapu
Katamu: "Hah suami pergi kau berdaster merah, pulang pun kau masih berdaster merah dan bau amis. Wajarlah jika suamimu mencari perempuan yg lebih harum dan indah". Begitukan katamu? Sesat

Pun kau ajari aku, berdandan, merahkan bibirku dengan lipstik 5000.
Gosok rexona di ketiak, oleskan lotion di kaki, tangan
Hingga jika suamiku pulang, dia gembira, bergejolak, berhasrat menyetubuhiku
Lalu kami akan bercinta tanpa perlu makan siang... Hot.
Kucatat ajaran-mu....

Ah kau tak tahu rupanya
Tentang vaginaku ini anakku tersenyum, darinya dia menikmati hangat matahari
Tentang payudaraku ini, anakku mencintainya sungguh, ini sumber kehidupannya
Tentang perut gendutku ini, anakku bilang "Ini istanaku, Mama"

Kitab-kitabmu, kotbah dan desisanmu telah bersenyawa dengan ketakutanmu untuk menemukan sejarah hidupmu, kucatat semua.

Ijinkanku menertawakan ketakutanmu pada telanjang, pada perempuan, pada bau ketiak, pada daster merah ha ha ha ha...
Ijinkan kurangkum catatan khotbahmu dalam kitab Sesat Pikir.....hahaha
Ijinkan.... ah atau tak perlu ijin aku ingin menertawai semua ini 

Ini tangisku, isak perempuan-perempuan bisu di bilik kamar gelap


Tambolaka, 16-17 Mei 2013
Terima kasih Bupati Sumba Pinggir, Yongky H. Suaryono untuk jahitan-jahitan manis

Spesial untuk Forum Perempuan Rahimku, perempuan-perempuan Sumba, sahabatku yang terpapar HIV dan sahabat-sahabat lainnya yang selalu saja ter-stigma.


Surat untuk Malaikat



Bila senja itu datang lagi, Sobat
Aku ingin menggandeng tanganmu
Berlarian di pematang sawah
Dan sesekali kau terjerembab

Bila pagi itu datang lagi
Aku di belakangmu menghalau pandangan Pak Guru yg menatap tajam
Astaga, kita terlambat ke sekolah

Bila malam itu datang lagi
Aku ingin duduk di sampingmu
Menyanyikan Gloria in Excelsis Deo di malam Natal
Sesekali kita tersenyum, menertawakan anak-anak yg riang girang dengan baju barunya

Bila saja subuh itu tak datang
Kau tahu aku masih memelukmu

Selamat jalan, Sobat.
RIP Maria Yeti Loru
06.12.13 subuh dini hari

Selasa, 03 Desember 2013

Gerakan Perempuan Sumba - Forum Perempuan Rahimku-


Forum Perempuan Rahimku, 21 April 2013, Pantai Oro, Sumba Barat Daya.

Senin, 02 Desember 2013

Kisah : Oleh-oleh dari Surga


Saya ingin berbagi sedikit cerita sahabat kecil saya, Isti.
Tadi malam saya dan suami saya , Chris, berkunjung ke rumah sahabat kami, Titin. Kami asyik berbincang dengan anak perempuannya, Isti, 6 tahun, kelas satu SD. Isti adalah adik Karel, anak muda yang memiliki suara emas. Karel yang sejak TK  hingga saat ini kelas 3 SMP punya cita-cita jadi KOKI.

Oma Isti bercerita tentang sejarah kelahiran anak-anaknya. Mama dari Isti dan Karel.  “Mamanya Karel dan Isti diberi nama Elisabeth Christin (Titin), karena saat  Titin lahir, nenek suami saya, Elisabeth, meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, dia selalu menanyakan kapan  saya melahirkan, sambil mengelus perut saya. Kami semua kesal karena hampir setiap saat dia bertanya. Nah, menurut kepercayaan orang Sumba, itu pertanda dia minta namanya digantikan oleh sang tamu yang baru lahir. Jadilah namanya Elisabeth”.

“Kalau saya, Oma?” Tanya Isti.
“Kalau Isti, Christyelda Karunia Kiha, nama Christy itu nama Mamamu. Elda itu nama Papamu, Daniel’.
“Kalau Karunia, karena dia lahir setelah Papanya meninggal”, ujar suami saya.
“Iya, betul. Karena saat Papanya Isti meninggal, mamanya sedang hamil Isti 2 bulan” cerita Oma. Jadi dia dianggap karunia oleh keluarga.
“Hmmm…..saya tahu kenapa nama saya Karunia” kata Isti.
“Kenapa” kami berempat serempak bertanya.
“ Mungkin saya oleh-oleh dari surga untuk Mama.” Kami semua diam beberapa saat.
“Oleh-oleh dari surga?” saya bertanya.
“Iya Tante Martha sayang. Mama khan sudah punya anak laki-laki, Karel. Lalu Tuhan pikir-pikir untuk kasih oleh-oleh pada Mama anak  perempuan.  Supaya Mama senang”. Isti menjelaskan pada kami.

Oma  memeluk Isti. Kami bergantian merangkulnya.

22 Desember 2011

Sakit Jiwaku


Merdekakanlah jiwamu untuk mimpi yang pernah kita proklamirkan
Lepaslah tali-tali sandera yang kau pasung, seperti melepas merpati dan balon di ulang tahun negri kita
Kekuasaan itu adalah kemerdekaan jiwa, kelegaan raga
Kekuasaan seperti kecintaanmu pada setangkai bunga, yang kau sirami tak henti, kau petik dia dan bertahta di meja makan malam kita
Kekuasaan itu bukanlah sekerat daging yang kau jajakan
bukanlah menjajah kesepian dan merajai ketakutan

Tanah ini tidak boleh bertabur benihmu
Angin di negeriku cukuplah sudah kau hembuskan kecubung

Kesumatku akan melumat jiwamu, biar merdeka
Kesumatku menyala, kawan


Tambolaka, 16 Agust 2012

lelaki yang tak pernah berubah

Sore ini saya menemukan seutas benang di tepi jendela....benang berwarna kuning yang melambai-lambai tercabut dari helai baju  lelaki itu. Warnanya tetap kuning seperti belasan tahun waktu pertama menjumpainya juga di tepi jendela itu. Seperti belasan tahun lalu, selalu menikmatinya tatonya.

Lelaki itu tak pernah berubah.

Saya tetap selalu mengenalnya entah di mana pun dia. Lelaki itu bertato bunga. Dia berbau bunga. Lelaki yang memang tak pernah berubah..........ah saya tidak mengumpatmu, lelaki bertato bunga. huahuahauahauahahauuuuuh....lelaki yang tak pernah berubah.
Aha...bukan, dia tidak bertato bunga, dia ternyata bunga, dia taman bunga! Dia yang selalu dikunjungi kupu-kupu dan lebah...ah lelaki yang tak pernah berubah.....menengoklah sedikit di timur, pohon tua itu, di tepi tamanmu.

Bukankah setangkai mawar merah telah meliliti tamanmu? Setangkai mawar merah menawan, dia begitu merah dan membuatmu jadi taman bunga indah. Lelaki yang tak pernah berubah, mawar merah itu telah memasuki keabdiannya. Mawar merah itu adalah keabadiannya. Lelaki yang tak pernah berubah.....mawar merah telah menggenapi keindahannya. Dia tak  perlu kupu-kupu dan lebah untuk menjadi taman yang sempurna, dia hanya butuh setangkai mawar merah.

Lelaki yang tak pernah berubah mengulurkan tangannya memetik sang mawar. Berteriak sang mawar kepada lelaki yang tak pernah berubah "Aku adalah keabadian taman ini, aku adalah taman ini. Tidakkah kau lihat merahku adalah darahku yang mengaliri taman ini?" Lelaki yang tak pernah berubah itu terpekur. Angin meniup helai rambutnya yang mulai memutih.Dia mengecup mawar merah itu. Tiba-tiba, dia melihat dirinya sudah menjadi duri setangkai mawar merah itu.Menggenapi keindahan sang mawar. Aha...saya tetap mengenalnya. Saya memetik mawar merah itu. Saya meletakkan di pangkuan lelaki yang tak pernah berubah itu....."Berikan mawar merah ini pada mawar merahmu!". 

Lelaki itu tersenyum. Saya tak pernah lagi memanggilnya lelaki yang tak pernah berubah.


Waingapu 20 Juni 2011

Top of Form