Kamis, 06 Agustus 2020

Ironi Sumba : Ada Kota Terkotor di Pulau Terindah di Dunia


Tahun 2016-2017, Nihiwatu dinobatkan menjadi hotel terbaik di dunia oleh majalah wisata Travel+Leisure. Orang Sumba, orang yang pernah tinggal di Sumba, yang punya teman orang Sumba, yang pernah punya pacar orang Sumba, yang pernah transit di Sumba bangga. Tahun 2018, Sumba kembali menjadi sorotan dunia.Sumba terpilih menjadi pulau terindah di dunia versi Majalah Focus, Jerman.
Geliat wisata Sumba seperti bunga matahari yang bermekaran di padang pasir. Gegap gempita travel, hotel kecil maupun hotel besar, pebisnis tenun merayakan “kemenangan” Sumba ini. Riang bercerita bagaimana Pendapatan Asli Daerah meningkat, keuntungan hotel, travel, pengusaha tenun melonjak drastis. Banyak pihak mengklaim karena dirinyalah sehingga Sumba memperoleh gelar-gelar penting tersebut (juga gelar lainnya yang dipublikasi dengan massif). Gegap gempita yang membuat banyak pihak kalap dan gagap.
Saya ingat akhir Oktober 2018 dalam satu sesi di Simposium Sumba di Yogyakarta yang diselenggarakan oleh LAURA (Laboratorium Antropologi untuk Riset dan Aksi) UGM, ada pegiat pariwisata Sumba yang begitu bangga mengajak audiens untuk menjual Sumba. Di sesi lain, ada pegiat lingkungan yang marah dan protes ketika ada travel yang dengan sengaja mendesain upacara-upacara adat hanya untuk mempertontonkan Sumba pada turis yang mau berkunjung ke Sumba. Misalnya upacara Pasola yang mestinya dalam hitungan Sumba dilaksanakan pada Februari hingga Maret setiap tahun. Penetapan waktunya oleh para Rato (tokoh Marapu) dengan cara menghitung bulan (ada hitungan tersendiri). Namun atas nama pariwisata diselenggarakanlah Pasola Palsu pada bulan Agustus agar para turis dapat menontonnya.
Aha, jadi teringat APBD I dan APBD II (Dinas Pariwisata Provinsi NTT dan Dinas Kabupaten di Pulau Sumba) yang digelontorkan untuk mempromosikan pariwisata Sumba, pariwisata NTT. Entah siapa yang paling diuntungkan dari uang rakyat ini.
Pada 14 Januari 2019, Waikabubak, ibu kota Sumba Barat, “meraih” gelar Kota Terkotor di Indonesia kategori Kota Kecil dalam penilaian Adipura 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kejutan pahit. Waikabubak berjarak kurang lebih 15 kilometer dari lokasi Hotel Nihiwatu, hotel terbaik di dunia. Waikabubak berlokasi di Pulau Terindah di Dunia.
Apa kata kita?
Apakah kita (seperti biasanya) menyalahkan pedagang kecil di pasar yang membuang sampah sembarang, anak-anak kecil yang melemparkan begitu saja gelas plastic setelah menghabiskan isinya?
Apakah kita mulai mengalokasikan APBD (dengan sangat tinggi sebagai reaksi terkejut) untuk membeli tong sampah yang dikemudian hari hanya menjadi pajangan?
Mari sudah kita ba’omong di sini.


Waingapu, 16 Januari 2019

Tidak ada komentar: